Gus Yahya Serukan Dialog untuk Konflik PBNU dan Siap Temui Jalur Hukum Jika Diperlukan
Table of content:
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, menyatakan kesiapan untuk mengambil langkah hukum jika upaya dialog mengenai pemakzulan dirinya tidak berhasil. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Kantor PBNU, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum dan menekankan pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan polemik yang ada.
Dalam pernyataannya, Gus Yahya mengajak semua pihak untuk menggunakan akal sehat dan niat baik dalam menyelesaikan masalah ini. Dia menekankan bahwa organisasi harus dipertahankan demi kepentingan bersama, dan segala upaya dialog harus dilakukan untuk mencari solusi yang tepat.
Menurutnya, jika pemakzulan tetap dilakukan tanpa proses yang jelas, ia akan bersikukuh untuk mempertahankan posisinya. “Kami siap untuk menempuh jalur hukum demi menjaga keutuhan organisasi ini,” ujarnya dengan tegas.
Dialog dan Musyawarah Sebagai Solusi Terbaik
Gus Yahya mengungkapkan pentingnya dialog dalam menyelesaikan masalah internal organisasi. Ia mengajak semua pihak yang terlibat untuk duduk bersama dan berdiskusi secara terbuka dan akurat. Dengan cara ini, ia yakin bahwa masalah dapat dijelaskan dan diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum yang lebih berisiko.
Ia mencatat bahwa dalam anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) PBNU, posisi Ketua Umum tidak bisa digantikan begitu saja. Ini mengindikasikan adanya prosedur yang harus diikuti jika ada perubahan kepemimpinan, dan ia percaya bahwa dialog yang baik dapat menjadi langkah awal yang tepat.
Menurutnya, ketidakpuasan sejumlah anggota yang mendorong pemakzulan harus ditanggapi dengan bijak. “Kalau kami bisa menyelesaikannya lewat musyawarah, lebih baik,” ungkapnya, menyanangkan keinginan untuk menjunjung tinggi tradisi organisasi yang berlandaskan musyawarah.
Polemik Pemakzulan dan Alasan di Baliknya
Konflik internal di PBNU bermula dari beredarnya dokumen risalah yang memuat hasil rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025. Dalam dokumen tersebut, terdapat permintaan agar Gus Yahya mundur dari jabatannya dalam waktu tiga hari, ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar. Alasan di balik permintaan tersebut mencakup keterlibatan Gus Yahya yang dianggap memiliki hubungan dengan jaringan zionisme internasional dan pelanggaran tata kelola keuangan.
Beberapa hari setelah itu, surat edaran dari PBNU menyatakan bahwa Gus Yahya tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum. Gus Yahya merasa surat tersebut tidak sah dan menolak untuk mundur dari jabatannya. Dia menjelaskan bahwa keputusan itu tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ketegangan berlanjut ketika Gus Yahya mengambil tindakan dengan mencopot Menteri Sosial Saifullah Yusuf dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal PBNU. Pencopotan ini dilakukan setelah Rapat Harian Tanfidziyah yang dipimpin langsung oleh Gus Yahya, menandakan bahwa konflik internal semakin dalam.
Posisi Gus Yahya dan Komentar dari Para Pihak
Gus Yahya tetap bersikukuh bahwa dirinya merupakan Ketua Umum PBNU hingga ada muktamar yang mengatur pergantian jabatan. Dia menilai bahwa keputusan untuk memberhentikannya tidak memiliki legalitas karena tidak melalui muktamar yang resmi. “Saya harus berjuang bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk tatanan organisasi,” ucapnya.
Sementara itu, Gus Ipul yang sebelumnya menjabat Sekjen PBNU menyatakan bahwa masalah internal harus diserahkan kepada para ulama. Ia mengatakan, keputusan mengenai masalah ini harus berdasar pada nilai-nilai agama. “Kami akan mengikuti keputusan para ulama,” katanya dengan tenang.
Dalam konteks ini, dumorkan bahwa ada berbagai kepentingan yang berseberangan di dalam tubuh PBNU. Baik Gus Yahya maupun Gus Ipul berharap agar semua pihak dapat merenungkan dan mencari jalan yang terbaik untuk organisasi yang telah lama berdiri ini.








