BNPB Ungkap Perbedaan Data Korban Ponpes Ambruk dengan Basarnas
Table of content:
Di tengah situasi yang penuh duka dan kesedihan, laporan terbaru mengenai insiden ambruknya gedung di Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, menjelaskan perbedaan data antara beberapa lembaga resmi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Basarnas memberikan rincian yang tidak sama mengenai jumlah korban, yang memicu berbagai spekulasi dan kekhawatiran di masyarakat.
Plt Kepala Pusat Pengendalian Operasi BNPB menyatakan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena metode penghitungan yang berbeda. Sementara Basarnas melaporkan jumlah keseluruhan korban, BNPB lebih memilih untuk mencatat jenazah utuh guna menghindari kebingungan dalam proses identifikasi.
Dalam situasi seperti ini, penting untuk memahami konteks di balik angka-angka yang disampaikan. Proses identifikasi yang kompleks dan sensitif perlu dilaksanakan secara hati-hati agar tidak menambah kepanikan di tengah masyarakat yang sedang berduka.
Perbedaan Data Antara BNPB dan Basarnas
BNPB menjelaskan bahwa mereka hanya menghitung jenazah utuh sebagai satu korban, sementara potongan tubuh dilaporkan terpisah. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebingungan dalam identifikasi yang dapat menyebabkan kekeliruan angka. Metode ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan akurat tentang situasi yang sebenarnya.
Di sisi lain, Basarnas memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghitung jumlah korban. Mereka cenderung menggabungkan semua jenis penemuan, termasuk potongan tubuh, untuk memberikan total yang lebih besar. Ini menciptakan perbedaan angka yang signifikan saat disampaikan kepada publik.
Kolonel Inf Hery Setiono memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan penghitungan tersebut. “Kami ingin memastikan setiap jenazah yang bisa diidentifikasi memiliki nama yang jelas, agar tidak ada kekeliruan di kemudian hari,” ujarnya. Hal ini mencerminkan keseriusan BNPB dalam menangani proses identifikasi dan verifikasi korban.
Statistik Korban dan Proses Pencarian
Per Minggu malam, perkembangan pencarian menunjukkan bahwa BNPB telah menemukan 147 korban, di mana 104 di antaranya selamat, sementara 43 lainnya meninggal dunia. Selain itu, ada empat potongan tubuh yang juga ditemukan dan 20 orang korban yang masih dalam pencarian. Data ini memberikan gambaran bagaimana keadaan sebenarnya di lapangan.
Dari sisi Basarnas, total korban yang ditemukan berjumlah 150 orang, dengan rincian yang hampir serupa. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan dalam metode penghitungan, angka total tidak terlalu jauh berbeda, meskipun tetap menciptakan kebingungan.
Proses identifikasi merupakan langkah penting yang memakan waktu dan melibatkan banyak pihak. Tim DVI Polda Jatim di RS Bhayangkara bertanggung jawab untuk melakukan identifikasi dan memastikan setiap jenazah terdata dengan benar. Prosedur ini bisa memakan waktu hingga tiga hari untuk satu jenazah, karena perlu kedalaman investigasi dan kehati-hatian dalam pelaksanaan.
Kronologi Kejadian dan Implikasinya
Gedung tiga lantai termasuk musala yang ambruk pada Senin sore, merupakan bagian dari Pondok Pesantren Al Khoziny yang sedang dalam tahap pembangunan. Saat kejadian, banyak santri yang sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah, yang tentunya memperparah situasi.
Insiden ini menunjukkan betapa rentannya bangunan yang masih dalam proses penyelesaian. Kelalaian dalam konstruksi dapat berakibat fatal, dan harus menjadi perhatian serius bagi pihak terkait agar hal serupa tidak terjadi di masa depan.
Keputusan untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap bangunan publik, terutama yang digunakan untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan, harus menjadi prioritas. Dalam konteks ini, pengawasan lebih ketat dan penegakan aturan yang lebih tegas dibutuhkan untuk memastikan keselamatan semua pihak.








