Jaksa Sinjai Hukum Tersangka Penganiayaan Azan dan Membersihkan Masjid
Table of content:
Pihak berwenang di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, mengeluarkan sanksi untuk tersangka penganiayaan yang dikenal sebagai MBT alias Bangkit. Usai proses hukum, tersangka yang masih berstatus mahasiswa ini diharuskan untuk melakukan tugas sosial seperti membersihkan dan melangsungkan azan di masjid selama tiga minggu.
Keputusan ini diambil setelah jaksa memutuskan untuk menghentikan kasus tersebut dengan menerapkan keadilan restoratif. Dengan pendekatan ini, pihak berwenang ingin menekankan pentingnya pemulihan hubungan dan kesejahteraan masyarakat daripada hanya menjatuhi hukuman semata.
Kejaksaan Mengedepankan Keadilan Restoratif dalam Kasus Penganiayaan
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menjelaskan bahwa penyelesaian perkara ini menunjukkan komitmen lembaga dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif. Hal ini mencakup pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, serta mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas.
Awalnya, otoritas hukum menjatuhkan pasal 351 ayat (1) KUHP terhadap tersangka, yang diduga terlibat dalam penganiayaan ringan terhadap sepupunya. Peristiwa ini terjadi setelah adanya perselisihan antara tersangka dan korban pada Senin malam sekitar pukul 00.50 WITA.
Kasus ini bermula ketika korban, Surya, berkumpul dengan rekan-rekannya sambil mengkonsumsi minuman keras. Dalam perjalanan pulang, cekcok antara keduanya terjadi di Jalan Yahya Mathan, yang memicu situasi escalasi di mana kata-kata menyinggung diucapkan.
Aksi Penganiayaan yang Mendorong Tindakan Hukum
Emosi tersangka mulai memuncak saat korban menghentikan motor dan mengucapkan kata yang membuatnya tersinggung. Ketidakpuasan ini berujung pada tindakan fisik; tersangka memukul wajah korban yang mengakibatkan cedera serius.
Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, korban mengalami sakit di berbagai bagian tubuh seperti kepala dan hidung. Selain itu, terdapat luka robek dan memar akibat dari serangan yang terjadi, yang cukup mengkhawatirkan.
Proses hukum ini berlanjut hingga sikap terbuka dari kedua pihak muncul, dengan tersangka merasa menyesal dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Upaya untuk menyelesaikan perkara secara damai memicu keputusan untuk menerapkan keadilan restoratif.
Peran Masyarakat dalam Mengawasi Proses Restoratif
Kejaksaan Negeri Sinjai menekankan bahwa keadilan restoratif harus melibatkan masyarakat, terlebih lagi jika pelaku dan korban memiliki hubungan kekeluargaan. Dalam kasus ini, kesepakatan damai antara kedua pihak diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar.
Para petugas hukum menyatakan bahwa langkah ini juga bertujuan untuk merestorasi kembali hubungan sosial di lingkungan mereka. Dalam hal ini, masyarakat berperan aktif dalam memberikan dukungan terhadap kesepakatan yang diambil.
Pihak kejaksaan meminta agar proses administrasi terkait perkara ini segera diselesaikan, serta menjamin bahwa tersangka memenuhi segala kewajiban sebelum dibebaskan. Tersangka diharapkan bisa menyadari pentingnya tindakan yang diambil guna mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kesimpulan dan Harapan untuk Perbaikan Sosial
Keputusan sanksi sosial untuk tersangka penganiayaan diharapkan dapat memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak terkait. Tindakan membersihkan masjid dan melangsungkan azan merupakan bentuk kontribusi positif bagi masyarakat yang diharapkan dapat memperbaiki kesalahan tersebut.
Ke depannya, model penyelesaian hukum yang berfokus pada keadilan restoratif ini diharapkan mampu mengurangi angka tindak kriminal dan menguatkan hubungan antarkeluarga dan antarwarga. Dengan saling menghormati dan memahami posisi masing-masing, masyarakat dapat berperan dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman dan damai.
Melalui upaya kolektif ini, diharapkan tidak hanya mengurangi tindakan kekerasan, tetapi juga membangun kesadaran akan nilai-nilai sosial yang baik. Langkah ini, jika diterapkan secara konsisten, akan membawa dampak positif bagi masyarakat luas.









