Trauma Masa Kecil Korban Bully di Balik Kamuflase MUA Dea Lipa
Table of content:
Pria bernama Deni Apriadi Rahman, atau lebih dikenal sebagai Dea Lipa, mencuri perhatian publik dengan penampilannya yang feminin. Perjalanan hidupnya yang unik dan penuh tantangan mengungkapkan sisi lain dari sosok yang kini viral dengan julukan “Sister Hong Lombok”.
Deni, seorang seniman, berbagi kisah masa lalunya yang penuh liku setelah menjadi berita hangat karena penampilan serta gaya hidupnya. Meskipun dihubungkan dengan skandal seksual yang melibatkan sosok lain, Deni menegaskan bahwa niatnya bukan untuk menipu atau menyakiti orang lain.
Sejak kecil, Deni sudah menghadapi berbagai rintangan. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang tidak utuh, sering menjadi sasaran perundungan, dan hidup dengan keterbatasan pendengaran yang diwarisi.
Kehidupan Awal yang Penuh Tantangan dan Rintangan
Deni lahir dalam keluarga yang mengalami masalah, sehingga ia dibesarkan oleh neneknya. Kedua orang tuanya yang bekerja sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) meninggalkan dia dalam pengasuhan neneknya sejak usia dini.
Kehidupan Deni tidaklah mudah. Ia mengidap gangguan pendengaran sejak lahir yang semakin parah lantaran kecelakaan yang dialaminya saat anak. Hal ini membuatnya semakin terasing di lingkungan sosialnya.
Selama masa sekolah, Deni tidak hanya berjuang dengan keterbatasannya, tetapi juga harus menghadapi perundungan dari teman-temannya. Hal ini membuatnya merasa tertekan dan minder, terutama setelah kehilangan nenek yang ia cintai saat duduk di bangku sekolah dasar.
Dari Keterbatasan Menuju Kebangkitan dan Kepercayaan Diri
Meskipun dihadapkan pada banyak tantangan, Deni tidak menyerah untuk mengejar cita-citanya. Ia mulai mempelajari keterampilan sebagai penata rias melalui video di YouTube, sehingga menumbuhkan passion dalam bidang seni rias.
Pekerjaan sebagai Make Up Artist (MUA) menjadi penopang hidupnya serta sarana untuk mengekspresikan diri. Bagi Deni, dunia rias merupakan tempat kebebasan yang membantunya mendapatkan kepercayaan diri.
Dia mengungkapkan, “Melalui pekerjaan ini, saya tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga meraih kebanggaan dari apa yang saya kerjakan.” Pengalaman ini memungkinkan Deni untuk berdiri di atas kaki sendiri dan meneruskan hidup meski dengan segala keterbatasannya.
Pemahaman dan Tanggapan terhadap Identitas Diri
Salah satu aspek menarik dari perjalanan Deni adalah pandangannya tentang penampilan. Deni mengakui bahwa ia pernah mengenakan hijab, yang baginya melambangkan kecantikan dan kehormatan.
Ia menjelaskan, “Jilbab bagi saya bukan hanya penutup kepala, tetapi simbol dari kelembutan dan keanggunan.” Pendapat ini menunjukkan betapa dalamnya Deni memaknai identitas dan perannya dalam masyarakat.
Walaupun terkadang menghadapi stigma, Deni berusaha untuk tetap positif dan menghargai diri sendiri. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki hak untuk berekspresi, termasuk dalam cara berpakaian.







