Keluarga Bingung Kasus Prada Lucky Sudah 40 Hari Belum Mendapatkan Sidang

Table of content:
Keluarga mendiang Prada Lucky Chepril Saputra Namo saat ini tengah diliputi kekhawatiran mengenai kelanjutan kasus hukumnya di Dentasemen Polisi Militer IX/1 Kupang. Sejak lebih dari 40 hari lalu, mereka belum melihat adanya perkembangan signifikan dalam proses persidangan, sehingga sejumlah pertanyaan mulai bermunculan dalam benak keluarga mengenai transparansi kasus tersebut.
Serma Kristian Namo, ayah mendiang, mengungkapkan rasa frustrasi dan keraguannya terkait proses hukum yang terkesan lambat. “Ini sudah 40 hari, tapi sampai sekarang belum tahu perkembangannya bagaimana,” tuturnya kepada wartawan pada Rabu malam, menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap perlunya keadilan untuk anaknya.
Ketidakpastian ini semakin menambah beban emosional keluarga, terutama bagi orang tua yang kehilangan anak akibat kekerasan. Dengan tidak adanya informasi terbaru dari penyidik, mereka merasa bingung dan curiga akan adanya sesuatu yang disembunyikan dari publik.
Klarifikasi Kasus dan Penanganan Hukum
Denpom IX/1 Kupang telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus meninggalnya Prada Lucky, dengan total 22 prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere. Tersangka-terangka ini termasuk tiga perwira berpangkat Letnan, yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi anggotanya.
Menurut informasi, Prada Lucky meninggal pada 6 Agustus setelah dirawat di ICU selama empat hari. Proses penyidikan yang lambat ini menimbulkan spekulasi di kalangan keluarga dan masyarakat mengenai mengapa penegakan hukum tidak segera dilakukan.
“Kasusnya sudah jelas, tersangka sudah ada tapi kok ini lama sekali, belum ada kejelasan apa pun,” ujar Serma Kristian Namo, mengindikasikan bahwa keadilan seolah terhambat dalam situasi ini. Dia menegaskan bahwa tuntutan untuk kecepatan dalam penyelesaian adalah wajar, terutama mengingat latar belakang kasus yang melibatkan kekerasan terhadap anggotanya sendiri.
Kekhawatiran Keluarga dan Permohohan Keadilan
Kekhawatiran ini bukan hanya ditujukan kepada proses hukum, tetapi juga kepada kualitas kehidupan yang akan datang dari pengacara dan proses persidangan. Sebagai seorang ayah, Kristian berhak untuk mendambakan kejelasan dan transparansi dalam kasus anaknya, yang tidak hanya melibatkan dirinya sebagai anggota TNI, tetapi juga sebagai orang tua yang kehilangan anak.
Keluarga meminta agar pihak berwenang dapat memberikan penjelasan yang gamblang mengenai perkembangan kasus ini. Keterlambatan dalam penanganan hukum ini seakan membuat mereka meragukan keadilan yang seharusnya diterima oleh mendiang.
Situasi ini semakin diperburuk ketika media mulai melaporkan tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum. Dengan efek domino yang meluas, kasus ini dipandang sebagai simbol masalah yang lebih besar terkait perlakuan terhadap prajurit dan isu kekerasan di lingkungan militer.
Pemakaman dan Kehilangan yang Mendalam
Setelah mendiang menjalani perawatan, jenazah Prada Lucky dibawa pulang ke Kupang oleh orang tuanya pada 7 Agustus. Prosesi pemakaman dilangsungkan dengan upacara militer yang khidmat pada 9 Agustus, di mana orangtua dan sanak saudara memberikan penghormatan terakhir.
Pemakaman tersebut diiringi dengan doa yang penuh harapan oleh Pendeta Lenny Walunguru, yang memimpin ibadah sebelum upacara militer dilakukan. Momen tersebut menjadi peringatan bagi banyak pihak tentang pentingnya keadilan dan perlindungan bagi anggota militer.
Dengan berjalannya waktu, harapan keluarga untuk menemukan keadilan semakin mendesak. Mereka percaya bahwa setiap tindakan kekerasan harus dihadapi dengan respon hukum yang tegas dan cepat, tanpa terkecuali.