Oneng PDIP Laporkan Purbaya Pesantren Kiai Yasin Bekasi Terkait Pemungutan PBB
Table of content:
Dalam sebuah situasi yang mengejutkan, Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, yang akrab disapa Oneng, menyampaikan keprihatinannya terkait pungutan pajak yang dialami oleh sebuah pesantren di Kabupaten Bekasi. Melalui media sosial, Oneng mengungkapkan bahwa pesantren Al Fath Jalen, yang didirikan oleh Kiai Yasin, terpaksa menghadapi penagihan pajak dari Badan Pendapatan Daerah setempat setelah kepergian pendirinya.
Kasus ini menyoroti isu yang lebih luas mengenai perlengkapan pajak yang dikenakan pada lembaga pendidikan berbasis agama. Menurut Oneng, lembaga seperti pesantren seharusnya dibebaskan dari tanggung jawab pajak bumi dan bangunan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Pentingnya Perlindungan untuk Pesantren dan Lembaga Pendidikan
Pesantren, sebagai institusi pendidikan yang melayani kepentingan umum, seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah, bukan beban tambahan. Pengaturan dalam Undang-undang tentang Pajak dan Retribusi Daerah, secara eksplisit menyatakan bahwa tempat yang digunakan untuk kepentingan keagamaan dan pendidikan bebas dari pungutan pajak tertentu.
Rieke Diah Pitaloka menekankan bahwa pajak tidak seharusnya menjadi kendala bagi pesantren dalam menjalankan kegiatan edukasi mereka. Menurutnya, perhatian lebih dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk memberikan keadilan bagi lembaga-lembaga yang berkontribusi pada pendidikan dan pengembangan masyarakat.
Dalam konteks ini, pentingnya kolaborasi antara lembaga pemerintah dan pesantren perlu ditekankan untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan. Dukungan tersebut bukan hanya menciptakan stabilitas bagi pesantren, tetapi juga bagi masyarakat yang mengandalkan pendidikan dari lembaga tersebut.
Reaksi dari Pihak Terkait dan Masyarakat
Perangkat daerah yang terlibat dalam kasus ini mendapatkan kritik yang tajam, tidak hanya dari Oneng tetapi juga dari berbagai pihak lainnya. Istri dari mendiang pendiri pesantren, Naili, menyatakan keterkejutannya setelah menerima surat penagihan pajak yang datang tidak lama setelah suaminya meninggal dunia.
Naili mengungkapkan rasa sedih dan khawatirnya tentang masa depan pesantren dengan santri berjumlah seribu lebih. Pemberitahuan mengenai kemungkinan penutupan pesantren dengan garis polisi menjadi pukulan berat bagi keluarga dan seluruh komunitas pesantren.
Dari sisi masyarakat, kasus ini memicu berbagai reaksi negatif. Banyak yang menganggap tindakan penagihan pajak tersebut tidak bijaksana, terutama mengingat kondisi yang dialami oleh pesantren serta peran vitalnya dalam pendidikan agama dan karakter bagi generasi muda.
Implementasi Undang-Undang dan Keterlibatan Pemerintah
Dengan adanya regulasi yang mengatur pembebasan pajak untuk lembaga pendidikan, penerapan hukum menjadi titik pusat dalam memastikan hak-hak pesantren terlindungi. Ketidakadilan dalam penerapan aturan pajak tentu harus menjadi perhatian pemerintah agar tidak ada lagi lembaga yang mengalami situasi serupa.
Penting bagi kementerian terkait untuk melakukan sosialisasi yang lebih baik mengenai hak-hak lembaga pendidikan, agar semua pihak mengetahui manfaat dari ketentuan hukum yang ada. Ketidakpahaman mengenai regulasi ini dapat menyebabkan kesalahpahaman dan mengakibatkan tindakan yang tidak seharusnya.
Berharap, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih adil dan bijaksana dalam pengelolaan pajak bagi lembaga pendidikan. Hal ini diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan pendidikan di Indonesia, khususnya pesantren-pesantren yang menjadi pilar pembelajaran agama.








